Kami siswa siswi SMA Negeri 1 Sewon Bantul kelas XI
IPS 3 mendapat tugas wawancara dari guru Bahasa Indonesia, yaitu Ibu Endang
Herpriyatini. Tugas tersebut dapat mendukung empat aspek atau keterampilan
dalam pelajaran Bahasa Indonesia yaitu aspek berbicara, aspek menulis, aspek
membaca dan aspek mendengarkan. Dalam wawancara tersebut, keempat aspek atau
keterampilan tersebut tercakup semua. Dengan keempat aspek tersebut, paling
tidak itu sudah mencakup indikator KTSP minimal. Berarti apabila kita melakukan
wawancara tersebut dengan benar, kita sudah dapat memenuhi KKM. Selain itu
dengan wawancara tersebut kita sudah melatih kemampuan berani berbicara dengan
seseorang yang mempunyai jabatan tinggi dengan melontarkan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan topik, mendengarkan dengan teliti
dan seksama, menulis hasil dari mendengarkan dengan baik dan benar, membaca
ulang hasil wawancara tersebut dan menuliskannya dalam bentuk laporan. Oleh
karena itu, diharapkan dari kegiatan wawancara tersebut nilai keempat indikator
tuntas atau mencapai KKM.
Apa itu mithomania??
Mithomania berasal dari kata methonemi yang berarti gangguan bahasa dengan jiwa
atau sisofrin. Sisofrin adalah sakit jiwa yang sukanya mengandai-andai. Jadi
mithomania adalah gangguan jiwa yang pelakunya sering mengandai-andai atau
berbicara yang muluk-muluk padahal itu tidak benar adanya. Mithomania merupakan
penyakit psikologis dan bukan merupakan tindak kriminalitas. Pelaku mithomania
akan merasa puas jika dia melakukan suatu kebohongan dan membuat orang
terheran-heran. Tidak ada ciri-ciri khusus untuk mengetahui orang itu
mithomania atau bukan, karena si pelaku mithomania ketika melakukan aksi
berbohongnya cukup meyakinkan.
Siapa saja dapat menjadi
pelaku mithomania. Baik itu dari kalangan terpelajar maupun tidak, baik itu
anak-anak Sekolah Dasar maupun seseorang yang telah mendapat gelar
kesarjanaannya. Faktor seseorang menjadi mithomania adalah faktor heriditas
atau biasa disebut gen dan lingkungan. Kesalahan pola asuh keluarga seperti
orang tua yang terlalu mengekang kebebasan anak dapat mendorong seseorang untuk
menjadi mithomania dilihat dari sudut pandang faktor lingkungan. Contohnya
adalah ketika seorang anak lompat-lompat kegirangan di tempat tidur karena
sesuatu hal. Saat itu orang tuanya melihat lalu memarahi dan melarang keras
anak tersebut melakukan tindakan serupa tanpa disertai alsasan mengapa hal
tersebut tidak boleh dilakukan lagi. Faktor gen adalah faktor keturunan dari
penderita mithomania. Misalnya Ibu X adalah penderita mithomania, dia
mengandung dan melahirkan seorang anak. Karena faktor keturunan maka anaknya
bisa saja mengidap mithomania seperti ibunya. Akan tetapi, faktor lingkungan
lebih mendominasi daripada faktor gen.
Kami mengangkat sebuah
kasus yang terjadi di salah satu SMA di Bantul. Putri adalah seorang siswi yang
cantik, jago tonti, tubuhnya tinggi ideal. Dia sering berbohong mengenai status
keluarganya. Dia mengatakan bahwa kakaknya adalah seorang pemain film dan
ibunya adalah produser. Dia juga mengatakan bahwa rumahnya sangat bagus
dilengkapi dengan taman yang indah dan luas, kamar tidur yang ada AC-nya, punya
banyak mobil, juga kolam renang yang luas. Akan tetapi ada sebuah keganjilan.
Ketika teman-teman Putri akan berkunjung ke rumahnya, Putri selalu dilarang
dengan banyak alasan. Suatu hari, semuanya terbongkar karena diam-diam
teman-temannya menyelidikinya dan terbukti bahwa hal yang dikatakannya saat ini
terlalu muluk-muluk dan tidak sesuai pada kenyataannya. Akhirnya Putri tidak
berangkat sekolah sampai seminggu, karena malu aibnya telah terbongkar. Setelah
dibujuk oleh beberapa orang, meliputi guru wali kelas, teman dekat dan orang
tua akhirnya Putri mau berangkat sekolah dengan syarat adanya perjanjian bahwa
aibnya jangan sampai tersebarluaskan. Orang tuanya sangat sedih dan takut jika
Putri tidak punya teman dan ujung-ujungnya stress karena mithomania yang
dideritanya.
Dari kasus di atas ibu Dra.
S. Hafsah Budi A., S.Psi., M.Si. selaku narasumber menanggapi bahwa sebenarnya
sikap Putri sudah bagus karena ketika dia tidak masuk beberapa hari itu,
berarti dia telah merenungi kesalahannya, sadar bahwa dia memang salah.
Bagusnya lagi orang tua Putri telah mengetahui bahwa Putri adalah mithomania.
Jikalau Putri masih susah berubah, seharusnya orang tuanya membawa Putri
konsultasi ke psikolog untuk tidak lanjut masalah Putri. Sebagai teman dekatnya
Putri yang baik, seharusnya mereka mengingatkan bahwa bohong itu tidak baik dan
bersedia menampung semua keluh kesah yang dialami Putri. Mungkin saja Putri
menjadi mithomania dikarenakan dia tidak dianggap di lingkungannya. Kunci
merubah sikap Putri yang mithomania adalah motivasi dari dalam dirinya sendiri.
Faktor dorongan eksternal meliputi saran teman dan keluarga memang berpengaruh,
tetapi lebih besar pengaruhnya faktor internal. Jadi, faktor paling berpengaruh
adalah keinginan untuk berubah menjadi lebih baik dari dalam dirinya sendiri.
Kami menggarisbawahi di
sini bahwa mithomania adalah penyakit psikologis ketika seseorang berbicara
bohong. Ciri-cirinya seperti orang umum dan kasat mata. Mithomania bisa menyerang siapa saja dan di mana saja.
Ada dua faktor penyebab mithomania yaitu faktor heriditas atau gen dan faktor
lingkungan. Yang paling dominan adalah faktor lingkungan.Yang bisa menyembuhkan
mithomania adalah kesadaran diri pelaku bahwa yang dilakukannya tidak baik dan
dia mau berubah. Pada intinya mengatasi teman yang mengidap mithomania adalah
kita harus berhati-hati dan jangan mudah mempercayai semua pernyataan yang
keluar dari mulutnya begitu saja. Kita juga tidak boleh terlalu dekat dengan
seorang mithomania jika kita tidak yakin bahwa kita dapat merubahnya menjadi
tidak berbohong besar lagi, karena kalau kita memaksakan kehendak takutnya yang
terjadi kita terkena imbasnya.
Semoga uraian singkat ini bermanfaat bagi generasi muda pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya. Kritik dan saran akan selalu kami terima untuk
lebih baiknya pembuatan laporan kedepan.