KITA (Aku dan Kamu)

Berawal dari perpustakaan itulah aku mengenal pribadimu.
Awalnya aku hanya kagum dengan goresan-goresan bilangan pada kertas buram itu, kamu sangat mahir menuliskannya. Sesekali aku melirikmu, dan sesekali juga ku lihat kau mencuri-curi pandang melihatku. Aku tak tahu perasaan apa yang menghinggapi aku saat itu. Saat pertemuan pertamaku denganmu, yang kutahu aku ingin dekat denganmu selalu. Tanggal 1 Desember 2011 adalah hari bahagiaku, menjelang hari kelahiranku tanggal 10 Desember. Sebuah kalimat yang aku ingin dengar dari dulu, yang pada akhirnya mengubah kata aku dan kamu menjadi ‘kita’. “Pokoknya aku sayang kamu!” Itulah kalimat yang tidak akan pernah kulupakan dalam sejarah hidupku. Sejak tanggal tersebut, kita mengukir kenangan-kenangan yang tak terlupakan. Saling mengisi dan memahami kekurangan satu sama lain. Dia memahami bahwa aku tidak sepintar dirinya dalam bidang matematika. Saat itu Ujian Semester II akan segera berlangsung, padahal guru matematikaku memberikan latihan yang bejibum banyaknya tentang akar, pangkat dan logaritma. Angka-angka yang menjadi kelemahanku. Tetapi dengan jiwa dan raganya, dia mengisi kekosongan yang aku punya. Malam itu hujan deras mengguyur Yogyakarta. Padahal dia sudah berjanji bahwa dia akan mengajari aku. Aku menunggu di teras rumah dengan ketidakpastian. Karena aku tau hujan segini derasnya, pasti malas keluar rumah, walau jarak rumahku dan rumahnya hanya terpisahkan oleh jalan aspal. Yang sangat membuat aku sedih mengingat bahwa esok hari dia akan ulangan Fisika, dia memang tidak ngomong langsung denganku, tetapi aku tahu itu dari status facebook teman sekelasnya. Aku tau dia pasti tidak tega melihat kekecewaan di wajahku, makanya dia tak katakan itu padaku. Pukul 20.00 WIB. Aku sudah menduga dia tak datang, walau aku kecewa tetapi aku harus menerima kenyataannya. Program studi IPA mungkin lebih berat dari pada aku yang IPS. Ketika aku berbaring di kasur kamarku, ada sms masuk ke handphoneku. Sms itu mengatakan bahwa dia sekarang sudah berada di depan rumahku. Aku seketika tersentak kaget lalu bangun dari tidurku dan berlari keluar. “Ngapain ke sini hujan-hujan?” kataku dengan setengah berteriak, mengalahkan suara derasnya air hujan. Aku melihatnya hanya berjalan kaki dengan sebuah payung dalam genggamannya. “Aku menepati janjiku.” Jawabnya dengan tersenyum menggoda. Aku mempersilahkan dia masuk dan duduk. Dia sempat meminta maaf karena datang terlambat, perkiraannya hujan akan sedikit reda. Tetapi hujan tetaplah deras mengguyur. Makanya dia nekat ke rumahku. Ketika aku ingin membuatkannya teh hangat, dia mencegahku. “Aku ke sini untuk membantu kesulitan belajarmu, bukan mau dibuatin minum.” katanya sambil masih dengan senyum menggoda. Pukul 20.55 WIB aku mulai melihat jemarimu dengan cepat menuliskan angka-angka logaritma itu. Dia menatapku dengan seulas senyum dan menjelaskan cara pengerjaan yang telah dituliskannya. Sekitar pukul 21.30 dia berpamitan pada orang tuaku. Sisa soal yang belum kukerjakan berjumlah 14 soal. Dia berjanji akan memprivat aku besok di sekolah, pastinya sebelum pelajaran matematikaku berlangsung. “Aku pulang dulu, sayang. Ingat jaga hatimu hanya buat aku, pokoknya aku sayang kamu, Gab!” Kata-kata yang sudah kerap kali kudengar, namun masih sangat kuharapkan. Aku membalasnya dan terus melihatnya sampai hilang di tikungan jalan. “Aku juga sayang kamu, Yudha !” gumamku pelan sambil menutup pintu. ***